Wednesday, November 26, 2008

Burung-Burung Yang Memesona

Indonesia konon surganya berbagai jenis burung. Bukan ngecap memang. Ketika saya masih kecil (usia 12 tahunan), saya dan teman-teman kecil saya sering bermain di hutan dekat kampung (maksudnya mencari kayu bakar sambil bermain), banyak sekali jenis burung liar yang kami lihat di sana, diantaranya yang masih saya ingat adalah pipit, kutilang, srigunting, deruk (derkuku), pelatuk, cici, citho, branjangan, terocok, kepodang, jalak uren, gelatik, dan manyar.
Setelah dewasa (karena tuntutan keadaan) saya sudah jarang bepergian ke hutan. Dan kata anak-anak yang bepergian ke hutan, sudah amat jarang dijumpai burung-burung yang saya sebutkan tadi. Kalaupun masih ada burung yang masih terlihat di hutan hanyalah pipit (emprit) dan deruk dan sesekali kutilang. Kemana perginya burung-burung lainnya? Tidak tahu. Menurut beberapa sumber yang layak dipercaya dan kenyataan di lapangan, burung-burung itu tiada karena banyak yang diburu (dibunuh, ditembak) oleh manusia. Katanya, burung-burung itu dijadikan makanan burung goreng di warung-warung kaki lima yang menyediakan menu itu. Ada pula anak-anak burung yang diambil dari sarangnya sewaktu mereka masih kecil. Selain itu, penebangan liar dan pengalihan fungsi hutan menjadi lahan produktif atau pemukiman menjadikan habitat burung semakin berkurang, dan akhirnya hilang sama sekali. Sekarang ini amat sulit untuk menemukan burung semacam srigunting, terocok, gelatik, kepodang atau pelatuk di alam bebas. Anehnya, burung-burung semacam kepodang dan jalak justru ditangkarkan untuk keperluan bisnis.
Suatu hari di tahun 2007, saya dan isteri dalam perjalanan dari Pagilaran ke Ngadirejo pernah menjumpai seekor burung pelatuk yang sedang mematuk-matuk batang kayu, bukan main senangnya saya setelah puluhan tahun tidak menjumpai burung tersebut di habitatnya. Saya berdoa semoga tidak ada anak-anak usil yang membunuhnya untuk kesenangan semata.
Burung elang jawa yang legendaris juga termasuk jenis burung yang nyaris punah. Kini jenis elang tersebut hanya dapat dijumpai di lereng utara Pegunungan Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Batang (Blado, Reban, Bandar, Bawang, dan Wonotunggal). Saya pernah melihat seekor elang jawa berputar-putar di angkasa Blado ketika saya dan keluarga rekreasi ke Agrowisata Pagilaran.
Mengapa habitat burung di Jawa (dan Indonesia pada umumnya) terancam punah? Jawaban yang paling umum adalah pertama, orang-orang Indonesia kurang menyadari betapa pentingnya alam dan seisinya (hewan dan tanaman) bagi kehidupan manusia di dunia. Karena kurang sadar itulah sebagian manusia Indonesia mudah sekali merusak alam dan isinya untuk kepentingan sesaat. Kedua, pemerintah kurang tegas menindak para pelaku perusakan alam (meskipun perangkat hukumnya sudah ada), akibatnya para pelaku perusakan alam dapat berbuat s esuka hatinya kapan saja di mana saja.
Berbeda dengan penduduk di negara tetangga kita, sebut saja Australia. Warga di sana sangat menghargai keadaan alam dan seisinya dan menjaga kelestariannya. Meskipun kehidupan warganya modern, namun mereka tetap menjaga keadaan alamnya. Aneka satwa dan burung tetap lestari dan hidup bebas hingga sekarang. Burung parkit hijau yang ada dalam gambar di atas adalah salah satu jenis burung paling banyak bisa ditemukan dimanapun, khususnya di Negara Bagian Queensland. Dan uniknya di sana tidak ada kasus-kasus flu burung seperti di negara kita. Heran ya?

No comments: